Bintangsatu.com,BANDAR LAMPUNG – Pasca terjadinya pelarangan peliputan terhadap dua orang wartawan oleh onkum Security Badan Pertanahan Nasional Pada Senin siang. (24/1) sekitar pukul 12.06 WIB, Yang di alami para jurnalis Lampung Post dan Lampung TV terkait pengusiran dan upaya perampasan alat kerja ketika meliput di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bandar Lampung.
Kedua juru warta itu sebelumnya menerima informasi bahwa sekelompok masyarakat akan mendatangi kantor BPN Bandar Lampung. Mereka hendak meminta kejelasan soal sertifikat dalam program percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) pada 2017.
Guna memverifikasi dan mengonfirmasi hal tersebut, jurnalis Lampung Post dan Lampung TV mendatangi kantor BPN Bandar Lampung. Ketika mereportase, sejumlah anggota satuan pengamanan (satpam) BPN menghampiri kedua jurnalis Lampung Post dan Lampung TV.
Salah satu satpam menanyakan surat izin meliput.Sementara, anggota satpam perempuan berupaya merampas alat kerja wartawan Lampung TV.
Tindakan serupa dilakukan satpam lainnya. Ia berusaha merebut alat kerja jurnalis Lampung Post. Tak hanya itu, sang satpam juga meminta jurnalis menghapus gambar hasil dokumentasi yang baru saja diabadikan
“Hapus!!! Hapus itu!!!, silakan pergi! “, ujar salah satu satpam seraya menutup gerbang kantor BPN.
Dalam perkembangan perkara intimidasi ini, korban melaporkan kekerasan itu ke Polresta Bandar Lampung. Laporan tersebut tertuang dalam surat bernomor LP/B/200/1/2022/SPKT/Polresta Bandar Lampung/Polda Lampung, Selasa, 25 Januari 2022.
Berdasar fakta-fakta itu, Koalisi Pembela Kebebasan Pers Lampung menyatakan sikap sebagai berikut:
Mendorong kepolisian bekerja secara profesional terkait laporan wartawan yang menjadi korban kekerasan saat meliput di kantor BPN Bandar Lampung,
Mendesak penegak hukum mengusut tuntas kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis. Kepolisian bersikap aktif dan responsif terkait kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis;
Meminta perusahaan pers bertanggung jawab atas keselamatan jurnalisnya. Berkomitmen pada kebebasan pers dan tidak permisif terkait kekerasan terhadap jurnalis;
Redy Mahardika, Perwakilan dari IJTI PENGDA LAMPUNG, Menegaskan kasus intimidasi tersebut agar di proses secara hukum. “Kami meminta kepada penegak hukum,agar melakukan tugas fungsinya secara profesional dalam penanganan kasus ini, serta dapat menjalankan UU Pers yang sisah tercantum, maka wajib dijalankan,Jika memang benar-benar UU Pers itu ada”, ujarnya saat jumpa pers
Rendy juga menambahkan, jika proses hukum tidak mandul, maka akan membuat jera para pelaku maupun yang akan melakukan”. Imbuhnya
Rapat koordinasi yang dihadiri oleh organisasi profesi IJTI,AJI, PFI serta Lembaga Bantuan Hukum Pers Lampung, Koalisi ini Mengimbau semua pihak agar menghormati kerja-kerja jurnalistik.
Dan rekan-rekan Jurnalis harus mengedepankan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dalam melaksanakan peliputan.(tqm)