Bintangsatu.com,-MALANG. Kapores Malang AKBP Ferli Hidayat, S.H., S.I.K., M.H., menjadi pembicara dalam Diskusi Kebangsaan yang diselenggarakan oleh Malang Institute di balroom Hotel Mirabel, Kepanjen, Kabupaten Malang, (18/09/2022) sore.
Turut hadir sebagai pembicara dalam diskusi tersebut, Rektor Universitas Raden Rahmad Malang KH Imron Rosyadi Hamid, S.E., M.Si., Ketua GP Anshor Kabupaten Malang Fatkhurrozi, dan Anggota DPRD Jatim Dapil Malang Raya Aufa Zhafiri.
Diskusi yang mengambil tema “Membangun generasi muda yang cerdas dan kompeten dalam melawan radikalisme melalui semangat Hubbul Wathon Minal Iman” tersebut dihadiri lebih dari 100 aktivis mahasiswa dari berbagai universitas di Malang Raya.
Imron Rosyadi dalam sambutannya mengatakan bahwa perkembangan paham radikalisme telah menjadi persoalan besar bukan hanya bagi bangsa Indonesia melainkan seluruh dunia. Menurutnya, paham radikalisme mudah tersebar seiring dengan perkembangan teknologi yang pesat tanpa ada kontrol.
Sementara itu, Kapolres Malang, AKBP Ferli Hidayat dalam paparannya menyampaikan bahwa ada 2 upaya yang dilakukan dalam menangani radikalisasi di Indonesia.
“Yang pertama adalah hard approach yang mengedepankan pendekatan intelejen, militer, dan penegakan hukum. Semuanya sudah dilakukan,” ucap Kapolres.
“Yang kedua yaitu soft approach yang terbagi menjadi lima unsur utama yaitu ; sender (pengirim pesan), receiver (penerima pesan), message (pesan), channel (saluran), dan noise (ruang lingkup),” lanjut AKBP Ferli.
Kapolres juga menegaskan bahwa pelaku teror tidak erat dengan latar belakang ekonomi maupun pendidikan.
Selain itu, tambah Kapolres, upaya yang dilakukan oleh Polri dalam menangani radikalisme antara lain Program Deradikalisasi, Kontra Radikalisasi, Kontra Naratif, dan Program Anti Propaganda melalui internet maupun media sosial.
“Yang terpenting, jangan pernah melebihi kecintaan kita selain kepada Allah SWT,” pungkas AKBP Ferli.
Gus Fatkhurrozi, begitu ia akrab disapa, juga menambahkan bahwa
Radikalisasi adalah paham untuk merubah suatu tatanan atau tradisi.
“Generasi muda lebih mudah terkontaminasi hal-hal yang menuju ke radikalisasi, ada banyak anak muda yang setelah menuntut ilmu, pulang ke rumah malah mengajak debat orangtuanya,” tutur Fatkhurrozi.
Agama apapun mengajarkan kedamaian. Cara seseorang dalam memahami agama-lah yang mempengaruhi pemikiran seseorang, lanjutnya.
Senada dengan Fatkhurrozi, Aufa Zhafiri menyebutkan bahwa Radikalisme, Paham, Ideologi ini bukan seperti wabah yang bisa diidentifikasi secara langsung. Semua individu bisa terpapar radikalisasi.
“Yang rawan terpapar radikalisasi adalah generasi sakit hati. Untuk itu kita harus bisa mengantisipasinya. Pertama kita perlu menata diri, menata hati. Kedua tumbuhkan kedewasaan, beda pendapat biasa namun jangan dijadikan alasan untuk saling melukai dan berujung perpecahan,” ucap Aufa.
“Ketiga, jadikan waktu luang kalian tidak terbuang percuma. Berkumpullah dengan lingkungan yang mendukung agar cita-cita positif kalian bisa tercapai,” tutur Aufa mengakhiri.
Diskusi Kebangsaan sore itu berlangsung dengan hangat, diselingi tanya jawab oleh peserta dan narasumber. Apresiasi yang tinggi juga disampaikan peserta kepada penyelenggara yang telah menghadirkan narasumber dari berbagai kalangan yaitu Kepolisian, Akademisi, Politisi dan Tokoh agama. (Akrom)