Dead lock Saat Penetapan Harga Singkong, Komisi II usulkan Pembentukan Pansus

Spread the love

BintangSatu.Com,- Bandar Lampung. Polemik penetapan harga singkong kembali mencuat setelah perusahaan tapioka menolak usulan harga singkong sebesar Rp 1.500 per kg dengan rafaksi maksimal 15%. Penolakan ini memicu reaksi dari Anggota DPRD Lampung Fraksi Partai Gerindra, Fauzi Heri yang mengusulkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong dan turunannya.

“Kami meminta agar persoalan harga singkong ini tidak dibiarkan berlarut-larut. Pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong dan turunannya sangat diperlukan untuk mencari solusi yang adil bagi petani dan pengusaha, serta memastikan regulasi yang berpihak pada kesejahteraan masyarakat,” tegasnya.

Rapat dengar pendapat terkait polemik ini digelar di ruang sidang DPRD Provinsi Lampung pada Senin (16/12/2024). Dalam rapat tersebut, Tigor, perwakilan dari PT. Sinar Pematang Mulia, menyampaikan sikap perusahaan terkait permintaan kenaikan harga singkong.

“Kami keberatan dengan penetapan harga Rp 1.500 per kg dengan rafaksi 15%. Kami tetap berpedoman pada hasil rapat dengan Pj. Gubernur Lampung yang menetapkan harga singkong Rp 900 per kg dengan rafaksi maksimal 15%. Dengan kondisi pasar dan produksi saat ini, kenaikan harga tersebut sulit untuk diterapkan,” tegas Tigor.

Menanggapi situasi ini, Ketua Komisi II DPRD Provinsi Lampung, Ahmad Basuki, menyatakan menolak hasil kesepakatan yang difasilitasi Pj.Gubernur Lampung beberapa waktu lalu. Harga terendah singkong yang dikembalikan sesuai kesepakatan tahun 2021 silam tidak berpihak kepada petani.

“Pengusaha tapioka merasa keberatan dengan usulan harga singkong sebesar Rp 1.500 per kg dengan rafaksi 15%. Mereka memilih untuk tetap mengikuti kesepakatan sebelumnya, yakni harga terendah Rp 900 per kg. Kami menolak kesepakatan tahun 2021 itu. Untuk itu Komisi II akan mengambil langkah solutif dengan membentuk pansus tata niaga singkong agar dapat dilakukan kajian lebih mendalam supaya ada solusi yang adil bagi semua pihak,” ujar Ahmad Basuki.

Komisi II DPRD Provinsi Lampung akhirnya menyimpulkan dan memberikan sejumlah rekomendasi sebagai langkah penyelesaian masalah ini: Pertama, meminta Pemerintah Provinsi Lampung membentuk tim khusus untuk mengkaji dan merumuskan harga dasar eceran terendah singkong bersama pengusaha, asosiasi petani singkong, ahli dan pihak terkait lainnya.

Kedua, menetapkan harga singkong dari hasil kajian tim khusus dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) atau Peraturan Gubernur (Pergub).

Ketiga, meminta pemerintah untuk menetapkan singkong sebagai komoditas pangan strategis.

Keempat, dinas terkait diharapkan melakukan pendampingan kepada petani untuk meningkatkan produktivitas lahan singkong.

Kelima, Komisi II DPRD Provinsi Lampung mengusulkan pembentukan Pansus Tata Niaga Singkong dan turunannya.Polemik ini diharapkan dapat segera menemukan titik terang dengan kebijakan yang berpihak kepada petani sekaligus tetap memperhatikan keberlangsungan industri tapioka di Lampung. (Susanto)


Spread the love

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *